Kenalkah kalian dengan seorang manusia yang bernama Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib? Baginda merupakan manusia biasa seperti kita tetapi terdapat satu perbezaannya dengan kita iaitu baginda merupakan seorang Nabi dan Rasul juga kekasih Allah. Manakala kita pula adalah ummatnya walaupun tidak pernah melihat wajahnya. Saya yakin kita semua mengenali Nabi Muhammad atau juga dikenali sebagai Rasulullah ini. Sejauh manakah kita mengingati dan mencintai baginda? Adakah sedalam baginda mengingati dan mencintai kita?
Para hadirin yang dikasihi sekalian, mari kita imbas sejenak peristiwa kewafatan Rasulullah SAW. Di saat-saat akhir hayatnya, Rasulullah menderita demam yang amat sangat. Sungguhpun begitu, ketika demamnya menurun ia pergi berjalan ke masjid untuk memimpin sembahyang. Hal ini dilakukannya selama berhari-hari. Tapi tidak lebih dari sembahyang saja. Ia sudah tidak kuat untuk duduk bercakap-cakap dengan sahabat-sahabatnya. Hinggakan suatu hari baginda tidak dapat memimpin solat, baginda meminta Abu Bakar memimpin solat.
Kerana panas demam yang tinggi itu, sebuah bejana berisi air dingin diletakkan disampingnya. Sekali-sekali ia meletakkan tangan ke dalam air itu lalu mengusapkannya ke muka. Begitu tingginya suhu panas demam itu, terkadang ia sampai tak sedarkan diri. Kemudian ia sedar kembali dengan keadaan yang sudah sangat payah sekali. Kerana perasaan sedih yang menyayat hati, pada suatu hari Fatimah berkata mengenai penderitaan ayahnya itu:
"Alangkah beratnya penderitaan ayah!"
"Tidak. Takkan ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini," jawabnya.
Maksudnya ia akan meninggalkan dunia ini, dunia duka dan penderitaan.
Malam itu Muhammad dalam keadaan tenang. Panas demamnya sudah mulai turun, sehingga seolah kerana ubat yang diberikan keluarganya itulah baginda sudah mulai bekerja dan dapat melawan penyakitnya. sehinggakan ia dapat pula keluar rumah di waktu subuh pergi ke masjid dengan berikat kepala dan bertopang kepada Ali bin Abi Talib dan Fadzl bin Al-Abbas. Abu Bakr waktu itu sedang mengimami orang-orang bersembahyang. Setelah kaum Muslimin yang sedang melakukan solat itu melihat Nabi datang, kerana rasa gembira yang luar biasa, hampir-hampir mereka terpengaruh dalam sembahyang itu. Tetapi Nabi memberi isyarat supaya mereka meneruskan salatnya. Bukan main
Muhammad merasa gembira melihat semua itu.
Abu Bakr merasa apa yang telah dilakukan mereka itu, dan yakinlah dia bahwa mereka tidak akan berlaku demikian kalau tidak kerana Rasulullah. Ia surut dari tempat sembahyangnya untuk memberikan tempat kepada Muhammad. Tetapi Muhammad mendorongnya dari belakang seraya katanya “pimpin terus orang bersembahyang”. Baginda sendiri kemudian duduk di samping Abu Bakr dan sembahyang sambil duduk di sebelah kanannya.
Selesai sembahyang baginda menghadap kepada orang ramai, dan kemudian berkata dengan suara agak keras sehingga terdengar sampai ke luar masjid:
"Saudara-saudara. Api (neraka) sudah bertiup. Fitnah pun datang seperti malam gelap gulita. Demi Allah, janganlah kiranya kamu berlindung kepadaku tentang apa pun. Demi Allah, aku tidak akan menghalalkan sesuatu, kecuali yang dihalalkan oleh Qur'an, juga aku tidak akan mengharamkan sesuatu, kecuali yang diharamkan oleh Qur'an. Laknat Tuhan kepada golongan yang mempergunakan pekuburan mereka sebagai masjid."
Melihat tanda-tanda kesihatan Nabi yang bertambah baik, bukan main gembiranya kaum Muslimin. Sekarang baginda kembali pulang ke rumah Aisyah. Senang sekali hatinya melihat kaum Muslimin sudah memenuhi masjid dengan hati bersemarak, meskipun ia masih merasakan badannya sangat lemah sekali.
Akan tetapi pemergianNabi ke masjid itu adalah suatu kesedaran batin, yang akan disusul oleh kematian. Setelah memasuki rumah, tiap sebentar tenaganya bertambah lemah juga. Ia melihat maut sudah semakin dekat. Tidak sangsi lagi bahwa hidupnya hanya tinggal beberapa saat sahaja lagi. Ya, kiranya apakah yang diperhatikannya pada detik-detik yang masih ada sebelum ia berpisah dengan dunia ini? Adakah ia mengenangkan hidupnya sejak diutus Tuhan sebagai pembimbing dan sebagai Nabi, mengenangkan segala yang pernah dialaminya selama itu, kenikmatan yang diberikan Tuhan kepadanya sampai selesai, kemudian hati merasa lega karena hati orang-orang Arab sudah terbuka menerima agama yang benar? Ataukah selama itu ia tinggal hanya membaca istighfar meminta pengampunan Tuhan dan dengan seluruh jiwa ia menghadapkan diri seperti yang biasanya dilakukan selama dalam hidupnya? Ataukah juga dalam saat-saat terakhir itu ia harus menahan penderitaan sakratulmaut sehingga tidak lagi punya tenaga akan mengingat?
Aisyah memangku Nabi sambil mententeramkan Nabi. Namun, di saat-saat yang sukar itu Rasulullah masih mengingati ummatnya. Lidahnya basah menyebut ‘ummati...ummati...ummati’.
Bila kau hampir memejamkan mata
Lidahmu basah menyebut ummati
Kasih sayangmu tak dapat digambar
Hanya selawat pengikat kasih
Setelah mengetahui hal kewafatan Nabi itu, Umar bergegas ke tempat jenazah disemayamkan. Ia tidak percaya bahwa Rasulullah sudah wafat. Ketika dia datang, dibukanya tutup mukanya. Ternyata ia sudah tidak bergerak lagi. Umar menduga bahwa Nabi sedang pengsan, jadi tentu akan sedar lagi. Dalam hal ini sia-sia saja, Mughira hendak meyakinkan Umar atas kenyataan yang pahit ini. Namun Umar tetap berkeyakinan, bahwa Muhammad tidak mati. Oleh kerana Mughira tetap juga mendesak, ia berkata:
"Engkau dusta!"
Kemudian Umar keluar ke masjid bersama-sama sambil berkata: "Ada orang dari kaum munafik yang mengira bahwa Rasulullah s.a.w. telah wafat. Tetapi, demi Allah sebenarnya dia tidak meninggal, melainkan ia pergi kepada Tuhan, seperti Musa bin 'Imran. Ia telah menghilang dari tengah-tengah masyarakatnya selama empat puluh hari, kemudian kembali lagi ke tengah mereka setelah dikatakan dia sudah mati. Sungguh, Rasulullah pasti akan kembali seperti Musa juga. Orang yang menduga bahawa dia telah meninggal, tangan dan kakinya harus dipotong!"
Teriakan Umar yang datang bertubi-tubi ini telah didengar oleh kaum Muslimin di masjid. Mereka jadi seperti orang kebingungan. Memang, kalau memang benar Muhammad telah berpulang, alangkah pilunya hati! Alangkah gundahnya perasaan mereka yang pernah melihatnya, pernah mendengarkan tutur katanya, orang-orang yang beriman kepada Allah Yang telah mengutusnya membawa petunjuk dan agama yang benar! Rasa gundah dan kesedihan yang sungguh membingungkan, sungguh menyayat kalbu! Apabila Muhammad telah pergi menghadap Tuhan seperti kata Umar, ini sungguh membingungkan. Dan menunggu dia kembali lagi seperti kembalinya Musa, lebih-lebih lagi ini menghairankan.
Mereka semua datang mengerumuni Umar, lebih mempercayainya dan lebih yakin, bahawa Rasulullah tidak meninggal. Baru sebentar lama tadi mereka bersama-sama, mereka melihatnya dan mendengar suaranya yang keras dan jelas, mendengar doanya dan pengampunan yang dimohonkannya. Betapa ia akan meninggal, padahal dia adalah Khalilullah yang dipilihNya untuk menyampaikan risalah, risalah yang sekarang sudah dianut oleh Arab seluruhnya.
Tetapi di sana wanita-wanita masih juga memukul-mukul muka sendiri sebagai tanda, bahawa baginda telah tiada. Sungguh pun begitu Umar di masjid masih juga terus menyebutkan bahwa dia tidak wafat. Mana yang mesti dipercaya oleh kaum Muslimin? Mula-mula mereka cemas sekali. Kemudian kata-kata Umar itu masih menimbulkan harapan dalam hati mereka, kerana Muhammad masih akan kembali. Hampir saja angan-angan mereka itu mereka percayai, menggambarkan dalam hati mereka sendiri hal-hal yang hampir-hampir pula membawa mereka jadi puas kerananya.
Sementara mereka dalam keadaan begitu tiba-tiba Abu Bakr datang. Ketika dilihatnya Muslimin demikian baginda tidak berhenti lama-lama di tempat itu melainkan terus ke rumah Aisyah tanpa menoleh lagi ke kiri kanan. Abu Bakar meminta izin akan masuk tetapi dikatakan kepadanya orang tidak perlu minta izin untuk hari ini.
Bila ia masuk, dilihatnya Nabi di salah satu bahagian dalam rumah itu sudah diselubungi dengan burd hibara. Ia menyingkapkan selubung itu dari wajah Nabi dan menciumnya. Kemudian kepala Nabi diangkatnya dan diperhatikannya paras mukanya, yang ternyata memang menunjukkan ciri-ciri kematian.
Sesudah itu Abu Bakar keluar. Ternyata Umar masih bersuara dan mahu meyakinkan orang bahwa Muhammad tidak meninggal. Orang banyak memberikan jalan kepada Abu Bakr.
"Sabar, sabarlah Umar!" katanya setelah mendekati Umar. "Dengarkan!"
Tetapi Umar tidak mau diam dan juga tidak mahu mendengarkan dan terus berbicara. Sekarang Abu Bakr menghampiri orang-orang itu seraya memberi isyarat, bahwa dia akan berbicara dengan mereka. Dan dalam hal ini siapa lagi yang akan seperti Abu Bakr! Bukankah dia Ash-Siddiq yang telah dipilih oleh Nabi dan sekiranya Nabi akan mengambil orang sebagai teman kesayangan tentu dialah teman kesayangannya?! Oleh karena itu cepat-cepat orang memenuhi seruannya itu dan Umar ditinggalkan.
Setelah mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Abu Bakr berkata: "Saudara-saudara! Barangsiapa mahu menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Tetapi barangsiapa mau menyembah Tuhan, Tuhan hidup selalu tak pernah mati."
Kemudian ia membacakan firman Tuhan: "Muhammad hanyalah seorang Rasul. Sebelum dia pun telah banyak rasul-rasul yang sudah lampau. Apabila dia mati atau terbunuh, apakah kamu akan berbalik ke belakang? Barangsiapa berbalik ke belakang, ia tidak akan merugikan Tuhan sedikit pun. Dan Tuhan akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (Ali-‘Imran, 3:144)
Ketika itu Umar juga turut mendengarkan tatkala dilihatnya orang banyak pergi ke tempat Abu Bakr. Setelah didengarnya Abu Bakr membacakan ayat itu, Umar jatuh tersungkur ke tanah. Kedua kakinya sudah tak dapat menahan lagi, setelah ia yakin bahwa Rasulullah memang sudah wafat. Ada pun orang ramai yang sebelum itu sudah terpengaruh oleh pendapat Umar, begitu mendengar bunyi ayat yang dibacakan Abu Bakr, baru mereka sedar seolah mereka tidak pernah mengetahui, bahwa ayat ini pernah turun. Dengan demikian segala perasaan yang masih ragu-ragu bahawa Muhammad sudah berpulang ke rahmat Allah dapat dihilangkan.
Kau masih tersenyum mengubat lara
Selindung serita yang kau rasa
Senyuman yang menteteramkan jiwa
Setiap insan yang kebimbangan
Hakikatnya tak tertanggung lagi derita
Dipangkuan isterimu Humaira’
Menunggu saat ketikanya
Diangkat rohmu bertemu yang Esa
Tangan dicelup di bejana air
Kau sapu dimuka mengurangkan pedih
Beralun zikir menutur kasih
Pada umat dan akhirat
Dan tibalah waktu ajal bertamu
Penuh ketenangan jiwamu berlalu
Linangan air mata syahdu
Iringi pemergianmu
Oh sukarnya untuk umat menerima
Bahkan payah untuk Umar mempercaya
Tetapi umat merelakan jua
Bahawa manusiakan mati akhirnya
Tak terlafaz kata mengungkap hiba
Gerhanalah seluruh semesta
Walaupun kau telah tiada
Bersemarak cintamu selamanya
Ya Rasulullah Kau tinggalkan kami warisan yang abadi
Dan bersaksilah sesungguhnya kami merinduimu...
Nabi Muhammad merupakan khatimul anbiya’ iaitu penutup segala Nabi. Tidak ada lagi Nabi diutuskan selepas Rasulullah. Maka beruntunglah kita manjadi ummat Rasulullah kerana diakhirat kelak ummat Nabi Muhammad lah yang akan dihisab terlebih dahulu.